Minggu, 12 Februari 2017

“GUDANG PINTER” TEKNOLOGI PENGERING ALTERNATIF GABAH PADI YANG RAMAH LINGKUNGAN DAN HEMAT ENERGI UNTUK MEDUKUNG INDONESIA MEWUJUDKAN SWASEMBADA PANGAN


Karya Ini Disusun untuk Mengikuti
Lomba Nasional Essay Competition 2017
“Menuju Untuk Indonesia Mandiri”
  
Disusun Oleh :
Yuda Wardiana
(Ranking 10th of 70 Participants)
  

Latar Belakang
Bangsa yang kuat bukan hanya dinilai dari seberapa kuat intitusi pertahanan negaranya, ataupun kelengkapan teknologi militernya, namun bangsa yang kuat adalah bangsa yang mandiri, yang bisa memenuhi sendiri kebutuhan dalam negerinya, tidak terus-menerus menggantungkan nasib kepada bangsa lain, termasuk dalam urusan memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Indonesia merupakan Negara agraris yang memiliki potensi luar biasa dalam bidang pertanian, salah satu komoditas hasil pertanianya adalah padi. Komoditas padi ini dikonsumsi dalam bentuk beras yang diolah menjadi nasi.
Sebagai makanan pokok, nasi tidak bisa lepas dari menu harian masyarakat indonesia. Menurut Puslitbang (2012), beras mampu menyuplai ketersediaan pangan pokok di Indonesia sebesar 95%, yang mana 5% lainnya dicukupi dengan makanan pengganti lain[1]. Sehingga wajar di masyarakat terdapat slogan belum makan kalau belum makan nasi.
Sebagai negara agraris yang mememiliki lahan pertanian potensial yang luas, termasuk lahan persawahan untuk penanaman padi. Data hasil survei BPS mengungkapkan lahan persawahan yang dimiliki Indonesia sampai tahun 2013 sekitar 8,112,103 hektar[2], dengan luas sawah tersebut tentunya jika dapat dikelola dengan optimal, barang tentu mampu menghasilkan produksi  hasil panen padi untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri, tanpa mengimpor beras ratusan ton pertahun dari negara-negara yang notobene memiliki lahan pertanian lebih sedikit dari Indonesia, seperti yang terjadi beberapa tahun kebelakang.
Beras-beras yang diimpor negara Indonesia rata-rata pertahun paling besar berasal dari negara Vietnam dan Thailand[3]. Data ini menunjukan bahwa Indonesia belum bisa secara mandiri memenuhi kebutuhan pangannya.
Kondisi ini pun kini menjadi tantangan bagi negara Indonesia dalam upaya mengoptimalkan produksi beras sebagai salah satu bahan pangan utama, terlebih lagi pemerintahan mentargetkan swasembada pangan pada tahun ini, dan paling lambat bisa terwujud tahun 2018 seperti yang di ungkapkan Mentri Pertanian Amran Sulaiman[4]. Beberapa faktor menjadi penyebab masih belum optimalnya produksi beras dari industri pertanian dalam negeri. Salah satunya adalah belum mendapat perhatian dalam upaya penyelamatan hasil panen padi, padahal tingkat kehilangan hasil padi pada saat panen dan sesudahnya (pasca panen) cukup tinggi, termasuk dalam hal kegiatan saat proses pengeringan gabah padi (Setyono,2010)[5]
            Mayoritas petani dalam negeri masih menggunakan cara-cara tradisioanal dengan pemaparan cahaya matahari di ruang terbuka untuk proses pengeringan gabah. Tentu cara ini memiliki kelemahan dibandingkan dengan pengeringan yang telah menggunakan teknologi yang lebih sistematis dan modern. Sehingga tingkat kehilangan sebagian produksi padi pasca panen tidak bisa ditekan serta memakan waktu lama dalam proses pengeringanya, jelas hal ini kurang efisien.
            Dari permasalahan yang diuraikan, penulis memiliki ide untuk merancang sebuah teknologi sistem pengeringan gabah padi alternatif yang bernama “Gudang Pinter” (Pinter akronim dari pengering alternatif) yang ramah lingkungan dan hemat energi, dalam mengatasi permasalahan pengelolaan padi pasca panen dan mendukung swasembada pangan.
Urgensi Masalah
Program swasembada pangan termasuk padi ditargetkan pemerintah bisa tercapai pada tahun ini dan paling telat tahun 2018. Tentunya harapan tersebut harus berbanding lurus dengan usaha peningkatan produksi hasil tanam dan penekanan penyusutan pasca panen. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) telah mengestimasi total susut hasil panen dan pasca panen biji bijian dan serealia, termasuk padi, di Asia Tenggara mencapai 10-37%. Dari persentase total tersebut, proses pengeringan menyumbang sebesar 1-5%.[6]. Di Indonesia teknologi pertanian belum mampu diimplementasikan secara optimal dalam praktek kegiatan tani negeri, karena kebanyakan petani masih melakukan proses pengeringan gabah padi secara tradisional, akhinya penyusutan padi pasca panen belum mampu teratasi. Diperlukan pengkajian serius untuk mengembangkan teknologi pengeringan dalam mengatasi masalah tersebut, yang bisa di aplikasikan bagi para petani padi di Indonesia.
Tujuan Penulisan
1.    Merancang teknologi pengeringan gabah padi “Gudang Pinter” yang ramah lingkungan dan hemat energi untuk petani.
2.    Mendukung terwujudnya swasembada melalui upaya penekanan  jumlah kehilangan hasil padi saat proses pengeringan gabah.
3.    Meningkatkan efektifitas kegiatan pengeringan gabah padi.
ISI
Potret Petani Padi Negeri
Petani dengan lahan pertanian yang luas  dan memiliki modal yang besar tentunya dapat memanfaatkan teknologi pertanian pasca panen yang telah ada, termasuk menggunakan alat pengering mekanis yang lebih modern. Namun hanya sebagian kecil petani Indonesia saja yang dapat memanfaatkan teknologi tersebut. Sebagian besar petani di tanah air yang menyumbangkan hingga 70% dari total produksi beras nasional, adalah penggilingan kecil[7]. Sehingga mayoritas para petani yang ada di Indonesia masih mengandalkan metode pengeringan secara konvensional, hanya memanfaatkan penyinaran matahari saja.
Menurut Grachiafernandy dkk (2012) cara tradisional memiliki banyak kekurangan, diantaranya proses pengeringan gabah tergantung pada kondisi cuaca, hasil pengeringan tak merata, kontaminasi benda asing, mebutuhkan area yang luas[8]. Selain itu lamanya proses pengeringan dan memungkinkan terjadi gangguan binatang seperti burung dan lainnya.
Persi data pertanian Indonesia yang disampaikan oleh BPS data susut hasil panen padi cukup tinggi, yaitu sebesar 20,42%, yang terjadi pada saat panen (9,5%), perontokan (4,8%), pengeringan (2,1%), penggilingan (2,2%), penyimpanan (1,6%), dan pengangkutan (0,2%). Artinya, bila produksi padi tahun 2014 ditargetkan naik 8,04 persen dari 70,87 juta ton menjadi 76,57 juta ton, maka ada sekitar 6 juta ton padi yang hilang percuma dalam proses pasca panen.[9]. Dari data tersebut berarti pada saat proses pengeringan sekitar 126,000 ton padi hilang dengan percuma. Jelas dengan jumlah padi yang besar tersebut bisa untuk dikonsumsi oleh ratusan penduduk.
Tinjauan Pustaka
            Padi atau dalam bahasa latin bernama Oryza sativa L merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, sebutan padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Padi diperkirakan berasal dari India atau Indocina dan masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek moyang yang migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 SM.[10]
Padi tetap masih menjadi bahan pangan utama mayoritas masyarakat Indonesia, meskipun di era ini banyak upaya mengalihkan beras (hasil dari tanaman padi) dengan beberapa alternatif pangan sumber karbohidrat lain seperti umbi jalar, singkong, dan jagung. Menurut Nugraha dkk beras adalah bahan pangan sumber karbohidrat penting dan merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar rakyat Indonesia, kestabilan stok beras sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan pangan, kestabilan politik maupun ekonomi bangsa[11]
Proses pengeringan gabah padi, merupakan tahapan yang harus dilalui sebelum padi menjadi beras yang siap diolah untuk dikonsumsi. Pengeringan gabah yang baik akan menghasilkan kualitas beras yang baik dengan kandungan air akhir pada beras sekita 14%. Pemerintah telah mengatur kualitas gabah dan beras melalaui SNI No. 01-0224-1987 dan SNI 6128:2008 [12].



Untuk dapat mencapai kadar air 14% pada beras, pengeringan bisa dilakukan dengan memanfaatkan cahaya matahari. Untuk mengoptimalkan temperatur yang sesuai agar proses pengeringan menghasilkan padi yang baik dibutuhkan temperatur maksimal 600C menurut hasil penelitian Grachiafernandy dkk (2012)[13]. Potensi energi matahari juga bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan temperatur yang diperlukan untuk pengeringan dengan konsep efek rumah kaca.
Menurut Abdullah (2009), efek rumah kaca yang ditemukan oleh Jean Baptiste Joseph Fourier, matematikawan dan fisikawan dari Perancis, menengarai bahwa akumulasi gas, terutama karbondioksida, meningkatkan suhu permukaan bumi. Ia memanfaatkan fenomena itu untuk mengeringkan gabah atau bahan lain seperti jagung, bawang merah, kakao, dan rumput laut. Radiasi panas surya terdiri atas inframerah berukuran 10-1-10-2 alias gelombang panjang dan gelombang pendek berupa cahaya tampak berukuran 10-1-1m. Keduanya mampu menembus media ruang tembus cahaya. Bedanya gelombang panjang tidak bisa keluar ruangan dan mengakibatkan suhu ruangan meningkat dibanding suhu luar ruangan.[14].
Teknologi pengeringan juga bisa memanfaatkan ilmu teknik termodinamika terapan dengan prinsip pengaturan kelembapan udara, untuk memudahkan proses pengeringan suatu material. Mesin pengeringan bisa dirancang sesuai konsep sistem refrigerasi dehumidifier menggunakan proses kondensasi evaporator dan pemanasan kondensor untuk mengeringkan dan menurunkan kelembapan udara, pada kondisi kelembapan rendah, akan memperbesar laju penguapan (ASHRAE HandBook,2008)[15].
Sistem pengering refrigerasi Dehumidifier menggunakan suatu zat fluida pemindah kalor (energi panas) yang disebut dengan refrigerant (Dossat,1981)[16]. Refrigrant dengan menggunakan hidrocarbon yang merupakan fluida alami lebih ramah lingkungan dari pada jenis refrigerant halokarbon. hidrocarbon adalah refrigeran yang saat ini banyak diteliti karena ramah lingkungan, tidak beracun, lebih murah, tidak menyebabkan penipisan ozon dengan nilai ODP (Ozone Depletion Potential) sebesar 0, dan tidak menyebabkan pemanasan global dengan nilai GWP (Global Warming Potential) kurang dari 3 (Ching Song Jwo, 2006)[17].

Untuk energi listrik sistem pengeringan dehumidifier agar lebih hemat energi (Energy Saving) bisa memanfaatkan potensi energi matahari yang dirubah menjadi listrik. Menurut
Rahardjo dkk (2002) Indonesia terletak di garis katulistiwa, sehingga Indonesia mempunyai sumber energi surya yang berlimpah dengan intensitas radiasi matahari rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2 per hari di seluruh wilayah Indonesia[18]. Potensi tersebut bisa digunakan menjadi energi listrik pembangkit tenaga surya.
Teknologi Pengeringan yang Sudah Ada
Beberapa kelemahan pada metode pengeringan gabah secara tradisional mendorong peneliti IRRI (International Rice Research Institute) mengembangkan solar bubble dryer (SBD) sebagai alternatif pengeringan dengan sinar matahari yang diharapkan mampu menanggulangi kelemahan penjemuran langsung dengan sinar matahari. Pengembangan SBD salah satunya diilhami oleh rancang bangun rumah kaca. Sinar matahari yang masuk ke dalam SBD akan terperangkap dan meningkatkan suhu di dalam SBD. Peningkatan suhu ini digunakan untuk mengeringkan gabah. Selain itu SBD dilengkapi kipas untuk mendorong keluar uap air yang dihasilkan dari proses pengeringan serta batang putar untuk mengaduk gabah.[20]


solar bubble dryer (SBD) sudah diterapkan oleh sebagian petani di indonesia, memiliki kelebihan dibandingkan denggan cara tradisional namun masih memiliki kelemahan salah satu diantaranya belum terlalu efektif, masih sederhana dan kurang praktis
Gagasan Penulis
            Gudang Pinter atau gudang pengeringan alternatif merupakan rancangan sistem teknologi pengeringan gabah padi dalam bentuk ruang penyimpanan tertutup dengan kondisi udara ruangan yang diatur, yakni dengan mengkombinasikan bebrapa konsep pengeringan, kombinasi konsep pengaturan kelembapan udara (relative humadity) yang ramah lingkungan dengan pengaturan temperatur (temperature control) yang hemat energi. Kombinasi keduanya untuk mengoptimalkan proses pengeringan (drying), agar lama waktu pengeringan bisa lebih cepat, dapat menekan kehilangan padi, serta kualitas padi hasil pengeringan bisa dipertahankan dengan baik. Gambar sistem Gudang Pinter tampak seperti gambar dibawah.

Spesifikasi umum sistem Gudang Pinter yang dirancang dapat dilihat pada tabel 3.
Metode pengaturan kelembapan udara menggunakan mesin refrigerasi dehumidifier hidrocarbon, dengan komponen utama kompresor, kondensor, alat ekspansi dan evaporator. Dehumidifier bisa dibuat dengan memanfaatkan AC (Air Conditioning) Split rumahan yang dimodifikasi serta mengganti refrigerant-nya dengan hidrocarbon agar ramah lingkungan. Dengan catatan kapasitas AC Split yang akan dimodifikasi harus menyesuaikan dengan kondisi ruangan yang akan dijadikan Gudang Pinter.

Dengan dehumidifier udara di dalam ruangan ditarik kemudian di lewatkan pada bagian evaporator, sehingga terjadi proses kondensasi (menggembunnya kandungan air yang ada di udara)  diakibatkan perbedaan temperatur udara rungan dengan temperatur permukaan evaporator hingga mencapai temperatur saturasi udara (dewpoint). Setelah itu udara yang telah berkurang kandungan airnya dilewatkan ke kondensor, untuk di naikan temperaturnya. Dari kondensor udara dihembuskan kembali keruangan, dengan kondisi udara sudah kering (RH rendah) dan temperaturnya bertambah. Proses tersebut berlangsung terus menerus (bersirkulasi) hingga kondisi udara dalam ruangan keseluruhanya kering. Kondisi udara yang kering tersebut mengakibatkan kandungan air pada gabah yang disimpan di ruangan Gudang Pinter menguap, lalu terbawa oleh udara kering dan uap air diembunkan (condensation) lagi di dehumidifier untuk dibuang keluar ruangan.
Peningkatkan temperatur udara dalam ruangan hingga maksimal mencapai temperatur efektif dalam proses pengeringan gabah yakni 600C, memanfaatkan konsep efek rumah kaca. Gudang Pinter yang di design, menggunakan atap kaca (lihat Gambar 4), hal itu dilakukan agar cahaya matahari dapat masuk kedalam ruangan dan terperangkap didalam ruangan, sehingga energi panas dari cahaya matahari dapat mengakibatkan temperatur udara dalam ruangan gudang meningkat.


Untuk memastikan tidak ada energi panas dari cahaya matahari yang terbuang dinding gudang dibuat dengan lapisan khusus (insulasi) yang dapat memantulkan panas, yakni didnding beton bagian dalam dilapisi dengan insulasi busa  alumunium foil (winsuflex) sehingga energi panas tidak terbuang melewati dinding. Profil dinding gudang dapat seperti terlihat pada Gambar 6.

Dengan design dinding gudang tersebut, diupayakan peningkatan temperatur akibat efek rumah kaca dapat tercapai sampai temperatur yang diinginkan. Udara kering (RH rendah)  dan bertemperatur lebih tinggi yang dihasilkan oleh dehumidifier ditambah dengan pemanasan dari efek rumah kaca akan menghasilkan kondisi udara dalam gudang kering dan bertemperatur tinggi (RH ≤50% T= 40≤T≤600C), dengan begitu pengeringan gabah dapat berjalan optimal. Menggunakan konsep rumah kaca akan menghemat energi, karena pemanasan udara dalam gudang tidak perlu menggunakan alat tambahan berupa electric heater (pemanas listrik) yang boros energi listrik.
            Bagian lain yang tidak kalah penting yakni fan (kipas) yang terpasang pada kedua sisi bagian dalam Gudang Pinter digunakan untuk memperlancar distribusi udara dalam gudang agar hasil gabah pada tiap rak-rak khusus dalam gudang kering secara merata. Pengeringan yang dilakukan dalam Gudang Pinter yang tertutup juga dapat meminimalisis gangguan benda asing, atau gangguan binatang tertentu yang bisa menurunkan kualitas gabah dan menyebabkan penyusutan jumlah gabah.
            Konsumsi energi listrik, yang digunakan oleh mesin dehumidifier hidrocarbon, dan fan di dalam gudang agar hemat energi selain dirancang memiliki dua mode supply kelistrikan, yakni sumber listrik dari PLN dan sumber alternatif memanfaatkan pembangkit listrik tenaga surya secara independent. Dengan media panel surya (solar module) yang menangkap energi cahaya matahari dan diubah menjadi energi listrik searah/DC (Direct Current). Energi listrik DC yang dihasilkan disimpan pada accu/batrai dan dirubah menjadi listric AC (Alternating Current) dengan suatu alat converter untuk kemudian dihubungkan ke mesin dehumidifier hidrocarbon dan fan sebagai supply listriknya.
Langkah-langkah pengimplementasian Gudang Pinter
            Gagasan teknologi  pengeringan Gudang Pinter merupakan teknologi alternatif pengering gabah padi, yang saat ini bisa menjadi salah satu solusi yang tepat untuk menggantikan kebiasaan mengeringkan gabah secara tradisional, yang masih memiliki banyak kekurangan. Berikut langkah pengimplementasian Gudang pinter dapat dilihat pada Gambar 7. Gudang Pinter bisa digunakan oleh perseorangan petani dengan pemodalan pribadi, namun lebih efektif jika menjadi program pemerintahan dalam menyediakan pasilitas pasca panen bagi petani, sehingga tiap petani padi tiap daerah dari kalangan menengah kebawah dapat dengan mudah memanfaatkannya.

Pemerintah sebagi pemilik program dan didukung pihak sposor untuk pendanaan. Tenaga ahli bisa merekrut tim lulusan mahasiswa teknik terkait, yang berperan merancang sistem, perawatan (maintenance) sistem berkala, dan tim reseach untuk terus melakukan pengoptimalan kerja sistem.
PENUTUP
Kesimpulan
            Ide perancangan teknologi pengeringan Gudang Pinter dengan konsep pengeringan dalam ruangan tertutup dengan prisnsip kerja sistem pengeringan menggabungkan prinsip pengaturan kelembapan udara (relative humadity) serta pengaturan temperatur udara (temperature control). Teknologi ini mampu menjadi alternatif yang baik dalam upaya mengatasi kekurangan metode pengeringan gabah padi secara tradisoional. Dan dapat menjadi solusi dalam menekan jumlah kehilangan padi pasca panen khusunya pada saat pengeringan, dapat mempertahankan kualitas gabah, mempercepat waktu pengeringan, namun dengan tetap memperhatikan aspek ramah lingkungan  dan hemat energi. Melalui teknologi Gudang Pinter ini juga diharapkan mampu ikut mewujudkan Indonesia swasembada pangan.
Saran Penulis
            Perlu adanya sinergisitas antara pihak-pihak terkait, baik pemerintah, sponsor, petani dan tenaga ahli (engineer) dalam upaya merealisasikan teknologi Gudang Pintar, dengan begitu masalah pasca panen dalam proses pengeringan padi dapat diatasi.

Referensi
[1]iiPuslitbang. 2012. Peluang Menuju Swasembada Beras Berkelanjutan. Http://www.puslitbang.go.id. Diakses pada tanggal 7 Januari 2017
[2] BPS. 2016. Luas Lahan Sawah Indonesia. https://www.bps.go.id Diakses pada tanggal 4 Januari 2017
[3] BPS. 2016. Impor beras menurut negara asal utama. https://www.bps.go.id Diakses pada tanggal 4 Januari 2017
[4]iSulaiman A. 2016. Menteri Amran: Target Swasembada Pangan pada 2017. https://m.tempo.co. Diakses pada tanggal 17 Januari 2017
[5] Setyono A. 2010. Perbaikan Teknologi Pascapanen Dalam Upaya Menekan Kehilangan Hasil Padi. Pengembangan Inovasi Pertanian Hlm : 212-226. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Subang.
[6] [7] Ardhiyanti S D.2015 Tabloid Sinar Tani : Praktek Pengeringan Padi yang Sederhana. http://tabloidsinartani.com. Diakses pada tanggal 4 Januari 2017
[8] Graciafernandy M. A, Ratnawati dan L. Buchori. 2012. Pengaruh Suhu Udara Pengering Dan Komposisi Zeolit 3a Terhadap Lama Waktu Pengeringan Gabah Pada Fluidized Bed Dryer. Momentum, Vol. 8, No. 2, Hlm : 6- 10 . ISSN 0216-7395
[9] Julianto. (2014).  Tabloid Sinar Tani : Angka Kehilangan Panen Padi. gggggggggLl I http://tabloidsinartani.com. Diakses pada tanggal 19 Januari 2017
[10] Shadily, Hassan. Ensiklopedi Indonesia. Ichtiar Baru-Van Hoeve dan Elsevier Publishing Projects. Jakarta, 1984. Hal. 2503
[11] Nugraha Sigit Dan Tim, 2013. Metode Menekan Kehilangan Hasil Padi. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian
[12] BSN. 2011. Persaratan mutu gabah. http://websisni.bsn.go.id. Diakses pada anggal 7 Januari 2017
[13] Graciafernandy M. A, Ratnawati dan L. Buchori. 2012. Pengaruh Suhu Udara Pengering Dan Komposisi Zeolit 3a Terhadap Lama Waktu Pengeringan Gabah Pada Fluidized Bed Dryer. Momentum, Vol. 8, No. 2, Hlm : 6- 10 . ISSN 0216-7395
[14] Abdullah. 2009. Pengering Gabah Tenaga Surya. http://www.trubusonline.co.id. Diakses pada tanggal 4 Januari 2017
[15] ASHRAE Handbook 2008. “HVAC System and Equipment” Chapter 22. ASHARE, INC. Atlanta.
[16] Dossat, Roy J. 1981 “Principle of Refrigeration 2nd Edition”. United States of America. JohnffWiley & Son. Inc.
[17] Ching Song Jwo. 2009. Efficiency analysis of home refrigerators by replacing hydrocarbon s refrigerants, vol. 42, hal 697–701.
[18] Watanabe, Koichi, Widiatmo, Januarius V. 1999. Alternative Refrigerants and their q             thermophysical Properties Research, Seminar on ODS Phase Out, Bali.
[19] Rahardjo, Irawan, and Ira Fitriana. 2002 Analisis Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia. Seminar Strategi Penyediaan Listrik Nasional Dalam Rangka Mengantisipasi Pemanfaatan PLTU Batu Bara Skala Kecil, PLN, dan Energi Terbarukan.

[20] Shinta D A. 2016. Tabloid Sinar Tani: Solar Bubble Dryer, Terinspirasi dari Rumah Kaca. http://tabloidsinartani.com. Diakses pada tanggal 4 Januari 2017
Share:

0 komentar:

Posting Komentar