Karya
Ini Disusun untuk Mengikuti
Lomba Nasional
Essay Competition 2017
“Menuju
Untuk Indonesia Mandiri”
Disusun Oleh :
Yuda Wardiana
(Ranking 10th of 70 Participants)
(Ranking 10th of 70 Participants)
Latar
Belakang
Bangsa
yang kuat bukan hanya dinilai dari seberapa kuat intitusi pertahanan negaranya,
ataupun kelengkapan teknologi militernya, namun bangsa yang kuat adalah bangsa
yang mandiri, yang bisa memenuhi sendiri kebutuhan dalam negerinya, tidak terus-menerus
menggantungkan nasib kepada bangsa lain, termasuk dalam urusan memenuhi
kebutuhan pangan dalam negeri. Indonesia merupakan Negara agraris yang memiliki
potensi luar biasa dalam bidang pertanian, salah satu komoditas hasil
pertanianya adalah padi. Komoditas padi ini dikonsumsi dalam bentuk beras yang
diolah menjadi nasi.
Sebagai makanan pokok, nasi tidak bisa lepas dari menu
harian masyarakat indonesia. Menurut Puslitbang (2012), beras mampu menyuplai
ketersediaan pangan pokok di Indonesia sebesar 95%, yang mana 5% lainnya
dicukupi dengan makanan pengganti lain[1]. Sehingga wajar di masyarakat
terdapat slogan belum makan kalau belum makan nasi.
Sebagai
negara agraris yang mememiliki lahan pertanian potensial yang luas, termasuk
lahan persawahan untuk penanaman padi. Data hasil survei BPS mengungkapkan lahan
persawahan yang dimiliki Indonesia sampai tahun 2013 sekitar 8,112,103 hektar[2],
dengan luas sawah tersebut tentunya jika dapat dikelola dengan optimal,
barang tentu mampu menghasilkan produksi hasil panen padi untuk memenuhi kebutuhan
beras dalam negeri, tanpa mengimpor beras ratusan ton pertahun dari
negara-negara yang notobene memiliki lahan pertanian lebih sedikit dari Indonesia,
seperti yang terjadi beberapa tahun kebelakang.
Beras-beras
yang diimpor negara Indonesia rata-rata pertahun paling besar berasal dari
negara Vietnam dan Thailand[3]. Data ini menunjukan bahwa Indonesia
belum bisa secara mandiri memenuhi kebutuhan pangannya.
Kondisi ini pun kini menjadi tantangan bagi negara
Indonesia dalam upaya mengoptimalkan produksi beras sebagai salah satu bahan
pangan utama, terlebih lagi pemerintahan mentargetkan swasembada pangan pada
tahun ini, dan paling lambat bisa terwujud tahun 2018 seperti yang di ungkapkan
Mentri Pertanian Amran Sulaiman[4]. Beberapa faktor menjadi penyebab
masih belum optimalnya produksi beras dari industri pertanian dalam negeri. Salah
satunya adalah belum mendapat perhatian dalam upaya penyelamatan hasil panen
padi, padahal tingkat kehilangan hasil padi pada saat panen dan sesudahnya
(pasca panen) cukup tinggi, termasuk dalam hal kegiatan saat proses pengeringan
gabah padi (Setyono,2010)[5].
Mayoritas petani dalam negeri masih menggunakan cara-cara
tradisioanal dengan pemaparan cahaya matahari di ruang terbuka untuk proses
pengeringan gabah. Tentu cara ini memiliki kelemahan dibandingkan dengan
pengeringan yang telah menggunakan teknologi yang lebih sistematis dan modern. Sehingga
tingkat kehilangan sebagian produksi padi pasca panen tidak bisa ditekan serta memakan
waktu lama dalam proses pengeringanya, jelas hal ini kurang efisien.
Dari permasalahan yang diuraikan,
penulis memiliki ide untuk merancang sebuah teknologi sistem pengeringan gabah
padi alternatif yang bernama “Gudang Pinter” (Pinter akronim dari pengering
alternatif) yang ramah lingkungan dan hemat energi, dalam mengatasi
permasalahan pengelolaan padi pasca panen dan mendukung swasembada pangan.
Urgensi Masalah
Program swasembada
pangan termasuk padi ditargetkan pemerintah bisa tercapai pada tahun ini dan
paling telat tahun 2018. Tentunya harapan tersebut harus berbanding lurus
dengan usaha peningkatan produksi hasil tanam dan penekanan penyusutan pasca
panen. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) telah mengestimasi
total susut hasil panen dan pasca panen biji bijian dan serealia, termasuk
padi, di Asia Tenggara mencapai 10-37%. Dari persentase total tersebut, proses
pengeringan menyumbang sebesar 1-5%.[6]. Di Indonesia teknologi
pertanian belum mampu diimplementasikan secara optimal dalam praktek kegiatan
tani negeri, karena kebanyakan petani masih melakukan proses pengeringan gabah
padi secara tradisional, akhinya penyusutan padi pasca panen belum mampu teratasi.
Diperlukan pengkajian serius untuk mengembangkan teknologi pengeringan dalam mengatasi
masalah tersebut, yang bisa di aplikasikan bagi para petani padi di Indonesia.
Tujuan Penulisan
1.
Merancang
teknologi pengeringan gabah padi “Gudang Pinter” yang ramah lingkungan dan
hemat energi untuk petani.
2.
Mendukung
terwujudnya swasembada melalui upaya penekanan jumlah kehilangan hasil padi saat proses pengeringan
gabah.
3.
Meningkatkan efektifitas
kegiatan pengeringan gabah padi.
ISI
Potret
Petani Padi Negeri
Petani dengan lahan pertanian yang luas dan memiliki modal yang besar tentunya dapat
memanfaatkan teknologi pertanian pasca panen yang telah ada, termasuk
menggunakan alat pengering mekanis yang lebih modern. Namun hanya sebagian
kecil petani Indonesia saja yang dapat memanfaatkan teknologi tersebut.
Sebagian besar petani di tanah air yang menyumbangkan hingga 70% dari total produksi
beras nasional, adalah penggilingan kecil[7]. Sehingga mayoritas
para petani yang ada di Indonesia masih mengandalkan metode pengeringan secara
konvensional, hanya memanfaatkan penyinaran matahari saja.
Menurut
Grachiafernandy dkk (2012) cara tradisional memiliki banyak kekurangan,
diantaranya proses pengeringan gabah tergantung pada kondisi cuaca, hasil
pengeringan tak merata, kontaminasi benda asing, mebutuhkan area yang luas[8].
Selain itu lamanya proses pengeringan dan memungkinkan terjadi gangguan
binatang seperti burung dan lainnya.
Persi data pertanian
Indonesia yang disampaikan oleh BPS data susut hasil panen padi cukup tinggi,
yaitu sebesar 20,42%, yang terjadi pada saat panen (9,5%), perontokan (4,8%),
pengeringan (2,1%), penggilingan (2,2%), penyimpanan (1,6%), dan pengangkutan
(0,2%). Artinya, bila produksi padi tahun 2014 ditargetkan naik 8,04 persen
dari 70,87 juta ton menjadi 76,57 juta ton, maka ada sekitar 6 juta ton padi
yang hilang percuma dalam proses pasca panen.[9]. Dari data tersebut
berarti pada saat proses pengeringan sekitar 126,000 ton padi hilang dengan percuma.
Jelas dengan jumlah padi yang besar tersebut bisa untuk dikonsumsi oleh ratusan
penduduk.
Tinjauan Pustaka
Padi atau
dalam bahasa latin bernama Oryza sativa L merupakan salah satu tanaman budidaya
terpenting dalam peradaban. Terutama
mengacu pada jenis tanaman budidaya, sebutan padi juga digunakan untuk mengacu
pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Padi diperkirakan berasal
dari India atau Indocina dan
masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek moyang yang migrasi dari daratan Asia
sekitar 1500 SM.[10]
Padi
tetap masih menjadi bahan pangan utama mayoritas masyarakat Indonesia, meskipun
di era ini banyak upaya mengalihkan beras (hasil dari tanaman padi) dengan beberapa
alternatif pangan sumber karbohidrat lain seperti umbi jalar, singkong, dan
jagung.
Menurut Nugraha dkk beras adalah bahan pangan sumber
karbohidrat penting dan merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar rakyat
Indonesia, kestabilan stok beras sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan
pangan, kestabilan politik maupun ekonomi bangsa[11]
Proses pengeringan
gabah padi, merupakan tahapan yang harus dilalui sebelum padi menjadi beras yang
siap diolah untuk dikonsumsi. Pengeringan gabah yang baik akan menghasilkan kualitas
beras yang baik dengan kandungan air akhir pada beras sekita 14%. Pemerintah telah mengatur kualitas gabah
dan beras melalaui SNI No. 01-0224-1987 dan SNI 6128:2008 [12].
Untuk dapat mencapai kadar air 14% pada beras,
pengeringan bisa dilakukan dengan memanfaatkan cahaya matahari. Untuk
mengoptimalkan temperatur yang sesuai agar proses pengeringan menghasilkan padi
yang baik dibutuhkan temperatur maksimal 600C menurut hasil
penelitian Grachiafernandy
dkk (2012)[13]. Potensi energi matahari juga bisa dimanfaatkan
untuk meningkatkan temperatur yang diperlukan untuk pengeringan dengan konsep efek
rumah kaca.
Menurut Abdullah (2009), efek rumah kaca yang
ditemukan oleh Jean Baptiste Joseph Fourier, matematikawan dan fisikawan dari
Perancis, menengarai bahwa akumulasi gas, terutama karbondioksida, meningkatkan
suhu permukaan bumi. Ia memanfaatkan fenomena itu untuk mengeringkan gabah atau
bahan lain seperti jagung, bawang merah, kakao, dan rumput laut. Radiasi panas
surya terdiri atas inframerah berukuran 10-1-10-2 alias
gelombang panjang dan gelombang pendek berupa cahaya tampak berukuran 10-1-1m.
Keduanya mampu menembus media ruang tembus cahaya. Bedanya gelombang panjang
tidak bisa keluar ruangan dan mengakibatkan suhu ruangan meningkat dibanding
suhu luar ruangan.[14].
Teknologi
pengeringan juga bisa memanfaatkan ilmu teknik termodinamika terapan dengan
prinsip pengaturan kelembapan udara, untuk memudahkan proses pengeringan suatu
material. Mesin pengeringan bisa dirancang sesuai konsep sistem refrigerasi dehumidifier menggunakan proses
kondensasi evaporator dan pemanasan kondensor untuk mengeringkan dan
menurunkan kelembapan udara, pada kondisi kelembapan rendah, akan memperbesar
laju penguapan (ASHRAE HandBook,2008)[15].
Sistem pengering refrigerasi
Dehumidifier menggunakan suatu zat
fluida pemindah kalor (energi panas) yang disebut dengan refrigerant (Dossat,1981)[16]. Refrigrant dengan menggunakan hidrocarbon
yang merupakan fluida alami lebih ramah lingkungan dari pada jenis refrigerant halokarbon.
hidrocarbon adalah refrigeran yang saat ini banyak diteliti karena ramah
lingkungan, tidak beracun, lebih murah, tidak menyebabkan penipisan ozon dengan
nilai ODP (Ozone Depletion Potential) sebesar 0, dan tidak
menyebabkan pemanasan global dengan nilai GWP (Global Warming Potential)
kurang dari 3 (Ching Song Jwo, 2006)[17].
Untuk energi listrik sistem pengeringan dehumidifier agar lebih hemat energi (Energy Saving) bisa memanfaatkan potensi energi matahari yang dirubah menjadi listrik. Menurut Rahardjo dkk (2002) Indonesia terletak di garis katulistiwa, sehingga Indonesia mempunyai sumber energi surya yang berlimpah dengan intensitas radiasi matahari rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2 per hari di seluruh wilayah Indonesia[18]. Potensi tersebut bisa digunakan menjadi energi listrik pembangkit tenaga surya.
Teknologi Pengeringan yang Sudah Ada
Beberapa kelemahan pada metode pengeringan gabah
secara tradisional mendorong peneliti IRRI (International Rice Research Institute) mengembangkan solar bubble dryer (SBD)
sebagai alternatif pengeringan dengan sinar matahari yang diharapkan mampu
menanggulangi kelemahan penjemuran langsung dengan sinar matahari. Pengembangan
SBD salah satunya diilhami oleh rancang bangun rumah kaca. Sinar matahari yang
masuk ke dalam SBD akan terperangkap dan meningkatkan suhu di dalam SBD.
Peningkatan suhu ini digunakan untuk mengeringkan gabah. Selain itu SBD
dilengkapi kipas untuk mendorong keluar uap air yang dihasilkan dari proses
pengeringan serta batang putar untuk mengaduk gabah.[20]
solar bubble
dryer (SBD) sudah diterapkan
oleh sebagian petani di indonesia, memiliki kelebihan dibandingkan denggan cara
tradisional namun masih memiliki kelemahan salah satu diantaranya belum terlalu
efektif, masih sederhana dan kurang praktis
Gagasan
Penulis
Gudang
Pinter atau gudang pengeringan alternatif merupakan rancangan sistem teknologi
pengeringan gabah padi dalam bentuk ruang penyimpanan tertutup dengan kondisi
udara ruangan yang diatur, yakni dengan mengkombinasikan bebrapa konsep
pengeringan, kombinasi konsep pengaturan kelembapan udara (relative humadity) yang ramah lingkungan dengan pengaturan
temperatur (temperature control) yang
hemat energi. Kombinasi keduanya untuk mengoptimalkan proses pengeringan (drying), agar lama waktu pengeringan
bisa lebih cepat, dapat menekan kehilangan padi, serta kualitas padi hasil
pengeringan bisa dipertahankan dengan baik. Gambar sistem Gudang Pinter tampak
seperti gambar dibawah.
Spesifikasi umum sistem Gudang Pinter yang dirancang
dapat dilihat pada tabel 3.
Metode pengaturan kelembapan udara menggunakan mesin
refrigerasi dehumidifier hidrocarbon,
dengan komponen utama kompresor, kondensor, alat ekspansi dan evaporator. Dehumidifier bisa dibuat dengan memanfaatkan
AC (Air Conditioning) Split rumahan yang
dimodifikasi serta mengganti refrigerant-nya
dengan hidrocarbon agar ramah
lingkungan. Dengan catatan kapasitas AC Split yang akan dimodifikasi harus
menyesuaikan dengan kondisi ruangan yang akan dijadikan Gudang Pinter.
Dengan dehumidifier udara di dalam ruangan
ditarik kemudian di lewatkan pada bagian evaporator, sehingga terjadi proses
kondensasi (menggembunnya kandungan air yang ada di udara) diakibatkan perbedaan temperatur udara rungan
dengan temperatur permukaan evaporator hingga mencapai temperatur saturasi
udara (dewpoint). Setelah itu udara
yang telah berkurang kandungan airnya dilewatkan ke kondensor, untuk di naikan
temperaturnya. Dari kondensor udara dihembuskan kembali keruangan, dengan
kondisi udara sudah kering (RH rendah) dan temperaturnya bertambah. Proses
tersebut berlangsung terus menerus (bersirkulasi) hingga kondisi udara dalam
ruangan keseluruhanya kering. Kondisi udara yang kering tersebut mengakibatkan
kandungan air pada gabah yang disimpan di ruangan Gudang Pinter menguap, lalu terbawa
oleh udara kering dan uap air diembunkan (condensation)
lagi di dehumidifier untuk dibuang
keluar ruangan.
Peningkatkan temperatur udara dalam
ruangan hingga maksimal mencapai temperatur efektif dalam proses pengeringan
gabah yakni 600C, memanfaatkan konsep efek rumah kaca. Gudang Pinter
yang di design, menggunakan atap kaca
(lihat Gambar 4), hal itu dilakukan agar cahaya matahari dapat masuk kedalam
ruangan dan terperangkap didalam ruangan, sehingga energi panas dari cahaya
matahari dapat mengakibatkan temperatur udara dalam ruangan gudang meningkat.
Untuk memastikan tidak ada energi panas
dari cahaya matahari yang terbuang dinding gudang dibuat dengan lapisan khusus
(insulasi) yang dapat memantulkan panas, yakni didnding beton bagian dalam
dilapisi dengan insulasi busa alumunium foil (winsuflex) sehingga
energi panas tidak terbuang melewati dinding. Profil dinding gudang dapat
seperti terlihat pada Gambar 6.
Dengan design dinding gudang tersebut,
diupayakan peningkatan temperatur akibat efek rumah kaca dapat tercapai sampai
temperatur yang diinginkan. Udara kering (RH rendah) dan bertemperatur lebih tinggi yang dihasilkan
oleh dehumidifier ditambah dengan
pemanasan dari efek rumah kaca akan menghasilkan kondisi udara dalam gudang
kering dan bertemperatur tinggi (RH ≤50% T= 40≤T≤600C), dengan
begitu pengeringan gabah dapat berjalan optimal. Menggunakan konsep rumah kaca akan
menghemat energi, karena pemanasan udara dalam gudang tidak perlu menggunakan alat
tambahan berupa electric heater (pemanas
listrik) yang boros energi listrik.
Bagian lain yang tidak kalah penting
yakni fan (kipas) yang terpasang pada
kedua sisi bagian dalam Gudang Pinter digunakan untuk memperlancar distribusi
udara dalam gudang agar hasil gabah pada tiap rak-rak khusus dalam gudang kering
secara merata. Pengeringan yang dilakukan dalam Gudang Pinter yang tertutup juga
dapat meminimalisis gangguan benda asing, atau gangguan binatang tertentu yang
bisa menurunkan kualitas gabah dan menyebabkan penyusutan jumlah gabah.
Konsumsi
energi listrik, yang digunakan oleh mesin dehumidifier
hidrocarbon, dan fan di dalam
gudang agar hemat energi selain dirancang memiliki dua mode supply kelistrikan, yakni sumber listrik
dari PLN dan sumber alternatif memanfaatkan pembangkit listrik tenaga surya
secara independent. Dengan media
panel surya (solar module) yang menangkap
energi cahaya matahari dan diubah menjadi energi listrik searah/DC (Direct Current). Energi listrik DC yang
dihasilkan disimpan pada accu/batrai
dan dirubah menjadi listric AC (Alternating
Current) dengan suatu alat converter
untuk kemudian dihubungkan ke mesin dehumidifier
hidrocarbon dan fan sebagai supply listriknya.
Langkah-langkah pengimplementasian Gudang Pinter
Gagasan teknologi pengeringan Gudang Pinter merupakan teknologi
alternatif pengering gabah padi, yang saat ini bisa menjadi salah satu solusi
yang tepat untuk menggantikan kebiasaan mengeringkan gabah secara tradisional,
yang masih memiliki banyak kekurangan. Berikut langkah pengimplementasian
Gudang pinter dapat dilihat pada Gambar 7. Gudang Pinter bisa digunakan oleh perseorangan
petani dengan pemodalan pribadi, namun lebih efektif jika menjadi program
pemerintahan dalam menyediakan pasilitas pasca panen bagi petani, sehingga tiap
petani padi tiap daerah dari kalangan menengah kebawah dapat dengan mudah
memanfaatkannya.
Pemerintah sebagi pemilik program dan didukung pihak
sposor untuk pendanaan. Tenaga ahli bisa merekrut tim lulusan mahasiswa teknik
terkait, yang berperan merancang sistem, perawatan (maintenance) sistem berkala, dan tim reseach untuk terus melakukan pengoptimalan kerja sistem.
PENUTUP
Kesimpulan
Ide perancangan teknologi pengeringan Gudang Pinter
dengan konsep pengeringan dalam ruangan tertutup dengan prisnsip kerja sistem
pengeringan menggabungkan prinsip pengaturan kelembapan udara (relative humadity) serta pengaturan
temperatur udara (temperature control).
Teknologi ini mampu menjadi alternatif yang baik dalam upaya mengatasi
kekurangan metode pengeringan gabah padi secara tradisoional. Dan dapat menjadi
solusi dalam menekan jumlah kehilangan padi pasca panen khusunya pada saat pengeringan,
dapat mempertahankan kualitas gabah, mempercepat waktu pengeringan, namun
dengan tetap memperhatikan aspek ramah lingkungan dan hemat energi. Melalui teknologi Gudang
Pinter ini juga diharapkan mampu ikut mewujudkan Indonesia swasembada pangan.
Saran Penulis
Perlu adanya sinergisitas antara pihak-pihak
terkait, baik pemerintah, sponsor, petani dan tenaga ahli (engineer) dalam upaya merealisasikan teknologi Gudang Pintar, dengan
begitu masalah pasca panen dalam proses pengeringan padi dapat diatasi.
Referensi
[1]iiPuslitbang.
2012. Peluang Menuju Swasembada Beras Berkelanjutan.
Http://www.puslitbang.go.id. Diakses pada tanggal 7 Januari 2017
[2] BPS. 2016. Luas
Lahan Sawah Indonesia. https://www.bps.go.id Diakses pada tanggal 4 Januari
2017
[3] BPS. 2016.
Impor beras menurut negara asal utama. https://www.bps.go.id Diakses pada
tanggal 4 Januari 2017
[4]iSulaiman A. 2016. Menteri Amran: Target Swasembada Pangan pada 2017. https://m.tempo.co. Diakses pada tanggal 17 Januari 2017
[5] Setyono A. 2010. Perbaikan Teknologi Pascapanen Dalam Upaya Menekan Kehilangan Hasil
Padi. Pengembangan Inovasi
Pertanian Hlm : 212-226. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Subang.
[6] [7] Ardhiyanti
S D.2015 Tabloid Sinar Tani : Praktek Pengeringan Padi yang Sederhana. http://tabloidsinartani.com. Diakses pada tanggal 4 Januari 2017
[8] Graciafernandy M. A, Ratnawati dan L.
Buchori. 2012. Pengaruh Suhu Udara Pengering Dan Komposisi Zeolit 3a
Terhadap Lama Waktu Pengeringan Gabah Pada Fluidized Bed Dryer. Momentum, Vol. 8, No. 2, Hlm : 6- 10 .
ISSN 0216-7395
[9]
Julianto. (2014).
Tabloid Sinar Tani : Angka Kehilangan Panen Padi. gggggggggLl I http://tabloidsinartani.com. Diakses pada tanggal 19 Januari 2017
[10] Shadily, Hassan. Ensiklopedi Indonesia. Ichtiar Baru-Van Hoeve dan Elsevier
Publishing Projects. Jakarta, 1984. Hal. 2503
[11] Nugraha Sigit Dan Tim, 2013. Metode Menekan Kehilangan Hasil Padi. Balai Besar Litbang Pascapanen
Pertanian
[12] BSN. 2011. Persaratan mutu gabah. http://websisni.bsn.go.id.
Diakses pada anggal 7 Januari 2017
[13] Graciafernandy M. A, Ratnawati dan L. Buchori.
2012. Pengaruh Suhu Udara Pengering Dan Komposisi Zeolit 3a Terhadap
Lama Waktu Pengeringan Gabah Pada Fluidized Bed Dryer. Momentum, Vol. 8, No. 2, Hlm : 6- 10 .
ISSN 0216-7395
[14] Abdullah. 2009.
Pengering Gabah Tenaga Surya. http://www.trubusonline.co.id.
Diakses pada tanggal 4 Januari 2017
[15] ASHRAE
Handbook 2008. “HVAC System and Equipment” Chapter 22. ASHARE, INC. Atlanta.
[16] Dossat, Roy J.
1981 “Principle of Refrigeration 2nd
Edition”. United States of America. JohnffWiley & Son. Inc.
[17] Ching Song
Jwo. 2009. Efficiency analysis of home
refrigerators by replacing hydrocarbon s refrigerants,
vol. 42, hal 697–701.
[18] Watanabe,
Koichi, Widiatmo, Januarius V. 1999. Alternative
Refrigerants and their q thermophysical Properties Research, Seminar on ODS Phase Out, Bali.
[19] Rahardjo,
Irawan, and Ira Fitriana. 2002 Analisis Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya
di Indonesia. Seminar Strategi Penyediaan Listrik Nasional Dalam Rangka
Mengantisipasi Pemanfaatan PLTU Batu Bara Skala Kecil, PLN, dan Energi
Terbarukan.
[20] Shinta D A.
2016. Tabloid
Sinar Tani: Solar Bubble Dryer, Terinspirasi dari Rumah Kaca. http://tabloidsinartani.com. Diakses pada tanggal 4 Januari 2017
0 komentar:
Posting Komentar